FATWA MUI, BUNGA BANK ADALAH HARAM




KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 1 2004
Di atas
BUNGA (INTERSAT/FAIDA)


Majelis Ulama Indonesia,
MENGHORMATI:
  1. sementara umat Islam Indonesia terus mempersoalkan status hukum bunga (interest/faid) yang dibebankan atas transaksi kredit (al-qard) atau utang (al-dayn), baik oleh lembaga keuangan, perorangan atau pihak lain;
  2. sedangkan Komisi Fatwa Ijtima'Ulam se-Indonesia pada 22 Syawal 1424 H/16. Desember 2003 mengeluarkan fatwa tentang status hukum bunga;
  3. bahwa oleh karena itu Majelis Ulama Indonesia memandang perlu untuk mengeluarkan fatwa tentang tingkat suku bunga yang diberikan sebagai pedoman.


TINJAUAN:
  1. Firman Allah subhanahu wa taala, antara lain:
    Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat menanggungnya, tetapi seperti keadaan orang yang telah jatuh ke dalam setan sebelum (tekanan) kegilaan. Posisi mereka demikian karena mereka mengatakan (pendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah mencapai larangan Tuhannya kemudian terus berhenti (dari riba), maka dialah yang mengambil yang pertama (sebelum datang larangan); dan kasusnya (a) ada di sisi Allah. Orang yang melantunkan (riba), orang-orang ini adalah penghuni neraka, mereka akan tinggal di sana selamanya. Allah menghancurkan riba dan memperkaya sedekah. Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir dan terus menerus berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, akan mendapat pahala dari Tuhan mereka. Bagi mereka tidak ada ketakutan dan mereka (juga) tidak sedih. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang tidak akan disita) jika kamu orang yang beriman. Jadi, jika Anda tidak melakukan ini (meninggalkan sisa riba), maka bagi Anda adalah kepala negara Anda; Mereka tidak menganiaya dan (bahkan) tidak tersinggung, dan jika (orang-orang yang berutang) dalam kesulitan, berilah tangguh kepada mereka sampai banyak. Dan bersedekah (sebagian atau seluruhnya) lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya.
    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melipatgandakan ribamu dan bertakwalah kepada Allah, mudah-mudahan kamu beruntung (Ali Imran [3]: 130).
  2. Hadits Nabi, semoga Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian, termasuk:
    Tentang Abdullah (radiallahu anhu) dia berkata: "Rasulullah, damai dan berkah Allah besertanya, orang-orang yang makan, orang-orang yang makan (mengambil) dan memberi riba terkutuk." Ravi berkata: Saya bertanya: "(Rasulullah juga mengutuk) orang yang menulis ini dan dua orang yang menjadi saksi?" Dia (Abdullah) menjawab: "Kami hanya mengatakan apa yang kami dengar." (HR.Muslim).

    Von Jabir (damai dan berkah Allah besertanya) berkata: "Rasulullah (damai dan berkah Allah besertanya) mengutuk orang yang makan (mengambil), memberi, menulis dan dua orang yang bersaksi." Dia berkata, "Mereka memiliki status hukum yang sama." (HR.Muslim).

    Tentang Abu Hurairah, damai dan berkah Allah besertanya, dia berkata: Nabi, damai dan berkah Allah besertanya, mengatakan: “Akan tiba waktunya bagi umat manusia ketika riba (biasanya) akan dimakan. Mereka yang tidak memakan (mengambil) itu akan terkena zat ini. (HR. Al-Nasa'i).

    Radhiallahu anhu berkata tentang Abu Hurairah, Rasulullah, damai dan berkah Allah besertanya, mengatakan: “Riba adalah tujuh puluh dosa; Dosanya yang paling kecil adalah dosa (yang sama) orang yang berzina dengan ibunya.” (HR.Ibnu Majah).

    Tentang Abdullah Nabi, damai dan berkah Allah besertanya, dia berkata: "Riba memiliki tujuh puluh tiga pintu (adab, jenis)." (HR.Ibnu Majah).

    Dari Abdullah bin Masood: "Rasulullah, damai dan berkah Allah besertanya, melaknat orang-orang yang memakan (mengambil) kerugian riba dari dua orang yang mereka lihat." (HR.Ibnu Majah)

    Tentang Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya akan datang suatu masa bagi manusia di mana tidak ada seorang pun di antara mereka yang mau makan, kecuali makan. riba (dicegah). Siapa yang tidak makan (tidak makan), akan jatuh ke dalam debu” (HR.
  3. Para ulama ijma tentang larangan riba dan bahwa riba termasuk dosa besar (kabair) (lihat, khususnya: an-Nawawi, al-Majmu'Siarh al-Muhadzab, [tt: Dar al-Fiqr, vol. Th . ], Yuz 9, hal.391)


CATATAN :
  1. Pendapat para ulama fiqih bahwa bunga yang dikenakan atas transaksi kredit (utang dan utang, al-qardh wa al-iktirad) memenuhi kriteria riba yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta'ala, sebagaimana dinyatakan antara lain:
    An-Nawawi berkata, al-Mawardi berkata: “Teman-teman kami (ulama Syafi'i) tidak setuju dengan larangan Quran tentang riba dari dua sudut pandang. Pertama, larangan mujmal (global) dijelaskan oleh sunnah. Setiap hukum riba yang dihadirkan oleh Sunnah merupakan deklarasi (bajan) dari mujmalan Al-Qur'an, baik riba naqad maupun riba nasia.
    Kedua, larangan riba dalam Al-Qur'an sebenarnya hanya mencakup riba "yang diketahui orang bodoh" dan tambahan tuntutan barang (dari debitur) karena penambahan waktu (pembayaran). Salah satunya, ketika utangnya jatuh tempo dan debitur tidak membayar, ia menambahkan debiturnya dan juga menambahkan tanggal jatuh tempo. Hal serupa akan dilakukan lagi di masa dewasa berikutnya. Inilah makna firman Allah: “...jangan makan riba dua kali…” Kemudian Sunnah menambahkan riba dalam pertukaran mata uang (naqad) dengan bentuk riba yang terdapat dalam Al-Qur'an.
    1. Ibn al-Arabi dalam Ahkam al-Quran:
    2. Al-Aini ke Umda al-Qari:
    3. As-Sarakhshi Al-Mabsutu:
    4. Ar-Raghib al-Isfani dalam Al-Mufradat Fi Gharib al-Quran:
    5. Muhammad Ali al-Shabouni dalam Rawa-i al-Bayan:
    6. Muhammad Abu Zahra dalam Buhuts fi ar-Riba:
    7. Yusuf al-Qaradawi dalam bukunya Fawaid al-Bunuk:
    8. Wahba al-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh:
  2. Bunga uang pinjaman (qard) yang diterapkan di atas lebih buruk daripada riba, yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta'ala dalam Al-Qur'an, karena dengan riba tambahan, hanya dihitung pada waktu yang ditentukan. Dalam hal ini, bunga tambahan akan dikreditkan ke sistem segera setelah transaksi.
  3. Ketentuan larangan bunga bank oleh berbagai forum internasional di kalangan Ulama, antara lain:
    1. Al-Islamiyya Majmaul Buhuta di Al-Azhar di Mesir, Mei 1965
    2. Negara-negara OKI Majma al-Fiqh al-Islami berlangsung pada 10-16 Rabiul Awal 1406 H / 22-28 Desember 1985 di Jeddah dan sekitarnya.
    3. Majma' Fiqh Rabita al-Alam al-Islami, Keputusan sidang ke-6 IX yang diadakan di Mekkah 12-19 Rajab 1406 H
    4. Keputusan Dar Al-Itfa, Kerajaan Arab Saudi, 1979
    5. Putusan Mahkamah Agung Syariah Pakistan, 22 Desember 1999
  4. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2000, yang menyatakan bahwa suku bunga tidak sesuai dengan hukum Syariah.
  5. Keputusan sidang Lajna Tarjih Muhammadiyah 1968 di Sidoarjo yang mengajukan P.P. Muhammadiyah memperjuangkan penerapan konsep sistem ekonomi khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
  6. Resolusi Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konbes NU di Bandar Lampung tahun 1992 memerintahkan pendirian bank syariah dengan sistem bebas bunga.
  7. Keputusan Komisi Fatwa Ijtima Ulama Seluruh Indonesia Tentang Fatwa Kepentingan (Persen/Faida) tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003
  8. Keputusan rapat komisi fatwa MUI 11 julqaida 1424/03. Januari 2004; 28 Zulcaid 1424/17. Januari 2004; dan 05. Juli 1424/24. Januari 2004

      Mintalah keridhaan Allah subhanahu wa taala
      LARUTAN
      PERSENTASE FATWA (INTERST/FAIDA):

      Pertama: memahami bunga (interest) dan riba
      1. Bunga (Interest/Faida) adalah biaya tambahan dalam operasi peminjaman uang (al-qard), dibebankan pada jumlah pokok pinjaman, tidak termasuk penggunaan / pembayaran kembali jumlah pokok, berdasarkan jangka waktu, tentu dihitung di muka dan biasanya sebagai persentase.
      2. Riba adalah pembayaran tambahan (ziyada) yang timbul dari penundaan pembayaran yang telah disepakati sebelumnya, dan ini disebut riba nasia.
      Kedua: tingkat bunga (interest)
      1. Praktek riba yang saat ini memenuhi kriteria riba yang muncul pada masa Nabi sallallahu alaihi wa sallam adalah riba nasiah. Oleh karena itu, penggunaan uang berbunga adalah salah satu bentuk riba, dan riba adalah haram.
      2. Praktik penggunaan tersebut adalah ilegal, baik yang dilakukan oleh bank, perusahaan asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi dan lembaga keuangan lainnya atau perorangan.
      Ketiga: Bermuamallah dengan lembaga keuangan konvensional
      1. Untuk wilayah yang telah memiliki kantor/jaringan lembaga keuangan syariah dan mudah dijangkau, tidak diperkenankan melakukan transaksi berbasis bunga.
      2. Di daerah yang tidak memiliki kantor/jaringan lembaga keuangan syariah, diperbolehkan melakukan transaksi dengan lembaga keuangan biasa berdasarkan asas dharurat/niat.



      Jakarta, 05 Juli 1424 H
      24 Januari 2004 M


      MAJELIS ULAMA INDONESIA,
      KOMISI FATWA


      Sekretaris Umum


      KH Maruf Amin
      Dr. Khasanudin, M.Ag.



    Sumber: http://syarifinqilaby.blogspot.com/2008/11/fatwa-mui-about-haramnya-bunga-bank_07.html .

    Comments

    Popular Posts